PROSES PERKEMBANGAN
KETATANEGARAAN PADA MASA ORDE BARU
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi
mata kuliah Sejarah Dan Hukum Ketatanegaraan Republik Indonesia
Yang diampu oleh DRS.
Suharli, M.Pd

Oleh :
Ana Halimah NIM 16108820001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGRUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM BALITAR
NOVEMBER 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga penulis
berterima kasih pada Bapak Drs. Suharli, M.Pd yang telah memberikan
tugas ini kepada penulis.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan penulis mengenai Proses
Perkembangan Ketatanegaraan Pada Masa Orde Baru. Penulis juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah penulis buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah
sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah
yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun dari anda
demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Blitar, 09
November 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... 1
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 3
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 4
2.1 Pengertian
Orde Baru ............................................................................. 4
2.2
Latar Belakang Terjadinya Orde Baru ................................................... 4
2.2.1 Penguatan Politik Indonesia ............................................................ 4
2.2.2 Pemulihan Bidang Ekonomi ........................................................... 5
2.2.3 Program Pembangunan Nasional
.................................................... 6
2.3 Runtuhnya
Orde Lama ............................................................................ 7
2.3.1 Krisis Moneter .................................................................................. 7
2.3.2 Krisis Politik .................................................................................... 8
2.3.3 Pergantian Kepemimpinan
Nasional ................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selama hampir 72 tahun sebagai bangsa merdeka kita dihadapkan pada
panggung sejarah perpolitikan dan ketatanegaraan dengan dekorasi, setting,
aktor, maupun cerita yang berbeda-beda.Karena kekhasannya tersebut maka kepada
setiap pentas sejarah yang terjadi dilekatkan suatu atribut seperti Orde Lama,
Orde Baru Dan Kini Orde Reformasi.
Orde Baru lahir karena adanya Orde Lama, dan Orde
Baru sendiri haruslah diyakini sebagai sebuah panorama bagi kemunculan Orde
Reformasi. Demikian juga setelah Orde Reformasi pastilah akan berkembang pentas
sejarah perpolitikan dan ketatanegaraan lainnya dengan setting dan cerita yang
mungkin pula tidak sama.
Dari pendapat ini
maka dapat dikatakan bahwa Orde Lama telah memberikan landasan kebangsaan bagi
perkembangan bangsa Indonesia. Sementara itu Orde Baru telah banyak memberikan
pertumbuhan wacana normatif bagi pemantapan ideologi nasional. Nilai-nilai tersebut akan terus di Justifikasi dan
diadaptasikan dengan dinamika yang terjadi.
Dari segala bentuk pemerintahan dan model kepemminan
dari pemimpin negara mulai dari Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi
tentunya mempunyai model memimpin bangsa
yang berbeda-beda demi tujuan yang sama, yaitu tegaknya Negara Republik
Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Apakah yang
dimaksud dengan orde baru ?
2. Apakah
yang melatar belakangi adanya orde baru ?
3. Apakah
yang melatar belakangi runtuhnya orde baru ?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk mendeskripsikan pengertian orde baru.
2.
Untuk mendeskripsikan alasan
terjadinya orde baru.
3.
Untuk mendeskripsikan alasan
runtuhnya orde baru.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Orde Baru
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden
Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk pada era
pemerintahan Ir Soekarno. Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka
waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang
pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela.
2.2 Latar Belakang
Terjadinya Orde Baru
2.2.1 Penguatan Politik Indonesia
A. Pembubaran PKI
Pernyataan resmi pemerintah orde
baru menegaskan bahwa peristiwa G30SPKI , adalah kudeta yang dilakukan oleh
PKI, yang salah satu tujuannya adalah ingin menggantikan Pancasila sebagai
dasar negara dengan ideologi komunisme.[1]
Untuk
mengatasi krisis politik yang semakin memuncak, presiden dengan ketiga perwira
tertinggi mengadakan pembicaraan di istana Bogor yang kesimpulan dari
pembicaraan tersebut adalah penyusunan draf surat yang saat ini terkenal dengan sebutan Surat Perintah 11
Maret, yang disingkat menjadi SP 11 Maret atau Supersemar
yang di tanda tangani langsung oleh Presiden Soekarno.[2]
B. Pelaksanaan
Dwifungsi ABRI
Pemerintah, dalam hal ini Suharto
pimpinan TNI AD, menyadari bahwa salah satu penyebab rawannya pertahanan dan
keamanan adalah terpecahnya kekuatan ABRI. Atas dasar pemikiran itulah ABRI
melakukan reorganisasi. Konsep jalan tengah Jenderal A.H. Nasution yang
berupaya mengembalikan peran ABRI Bersama rakyat seperti pada masa revolusi pun
dijadikan dasar pemikiran. Langkah- langkah reorganisasi ABRI pun secepatnya
dilakukan, antara lain menyatukan doktrin ABRI, mengeluatkan kedudukan panglima
angkatan dari kedudukannya sebagai Menteri, serta meninggikan kedudukan Lembaga
pertahanan keamanan di atas panglima angkatan. Dalam hal ini pemerintah
mengeluarkan kebijakan menyangkut ABRI yaitu Dwifungsi ABRI atau suatu dokrin di lingkungan Militer
Indonesia yang menyebutkan bahwa TNI memiliki dua tugas, yaitu pertama menjaga
keamanan dan ketertiban negara dan kedua memegang kekuasaan dan mengatur
negara. Dengan peran ganda ini, militer diizinkan untuk memegang posisi di
dalam pemerintahan. Soal Dwifungsi ABRI ini pun
dinyatakan lagi oleh presiden dalam pidatonya Presiden menegaskan akan
meneruskan Dwifungsi ABRI dan membenarkan kebijakan atas nama demokrasi
Pancasila.
2.2.2 Pemulihan Bidang Ekonomi
Pada
awal orde baru program pemerintahan semata mata di arahkan kepada usaha
penyelamatan ekonomi nasional terutama penyelamatan keuangan negara. MPRS
(Majelis Permusyaearatan Rakyat Sementara) menyatakan perlu diadakan landasan
baru. Berdasarkan keteteapan MPRS ini terdiri dari 10 bab dan 71 pasal sebagai
berikut :
1. Landasan
dan prinsip kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan.
2. Kebijakan
ekonomi.
3. Skala
perioritas nasional.
4. Peran
pemerintah.
5. Peran
koperasi.
6. Peran
swasta nasional.
7. Kebijakan
pembiayaan.
8. Hubungan
ekonomi luar negeri.
9. Prasyarat.
10. Penutup.
MPRS
menyadari bahwa kemerosotan ekonomi yang berlarut larut itu disebabkan oleh :
1. Tidak
adanya pengawasan yang efektif dari DPR terhadap kebijakan ekonomi.
2. Kepentingan
ekonomi dikalahkan oleh kepentingan pemerintah.
3. Pemikiran
ekonomi yang rasional untuk memecahkan masalah ekonomi di kesampingkan.
Selanjutnya MPRS menggariskan tiga macam program yang
harus dilakukan oleh pemerintah secara bertahab. Program itu adalah :
1. Program
penyelamatan.
2. Program
stabilisasi dan rehabilitasi.
3. Program
pembangunan.[3]
2.2.3 Program Pembangunan Nasional
A. Pembangunan Pertanian
Dalam
Pelita (Pembangunan lima Tahun) I adalah meningkatkan beras yang merupakan
makanan pokok rakyat indonesia menjadi target utama. Di Jawa yang penduduknya
sangat padat, upaya meningkatkan produksi beras di tempuh dengan menggunakan teknologi
biologidan kimia serta teknonoli mekanis. Sedangkan di luar Jawa yang tidak
berpenduduk padat dilakukan program pertanian pembukaan lahan baru yang di
dukung oleh program irigasi besar besaran.[4]
B. Transmigrasi
Tujuan
dari program ini pada repelita pertama adalah penekanan terhadap tujuan
memproduksi beras dalam pencapaian swasembada pangan. Sedangkan tujuan pada
repelika yang ke dua adalah pembangunan nasional. Dan tujuan pada repelita ke
tiga adalah penekanan yang lebih mendalam pada kepentingan pertahanan dan keamanan.
C. Lapangan Kerja
Berkaitan
dengan tenaga kerja yang semakin ertambah maka pemerintah mengatasi dengan
membuka lapangan apangan pekerjaan melalui proyek padat karya dan bentuan untuk
pembangunan daerah.[5]
D. Keluarga Berencana
Sedangkan
dalam masallah penanggulangan jumlah perkembangan penduduk selain transmigrasi
juga menjalankan program KB atau Keluarga Berencana. Program ini dijalankan
karena pertimbangan jumlah penambahan penduduk tergantung dari angka kelahiran
bayi.[6]
2.3 Runtuhnya Orde Baru
2.3.1
Krisis Moneter
Krisis
Moneter yang terjadi di Thailand pada awal Juli 1997 merupakan permulaan yang
mengguncang nilai tukar mata uang negara negara Asia seperti Malaysia,
Filipina, dan juga Indonesia. Rupiah yang terus mengalami kemerosotan hingga
9%. Melemahnya nilai tukar rupiah tersebut menjadi
perhatian khusus Presiden Soeharto. Meski demikian masih menyatakan
keyakinannya bahwa Indonesia mampu menahan badai yang bertiup dari Thailand
itu. Merosotnya nilai mata uang rupiah memacu keadaan panik tentang akan
habisnya persediaan bahan makanan sehari hari.
Bank Indonesia mengakui bahwa BI tidak bisa membendung
kemerosotan nilai tukar rupiah. Merosotnya nilai tukar rupiah ini berakibat
pada hancurnya saham Jakarta, bangkrutnya perusahaan modern di Indonesia yang
menyebabkan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) secara besar-besaran.
Pada saat krisis semakin dalam, gangguan social ppun
merupakan akses yang tidak terlepaskan. Dalam bulan-bulan pertama tahun 1998 di
sejumlah kota terjadi kerusuhan anti Cina. Kelompok ini merupakan sasaran
kemarahan masyarakat karena dominasi perekonomian masyarakat karena dominasi
perekonomian di Indonesia berada di tangan mereka. Badai krisis ini pun semakin
menjalar dalam bentuk gejolak non ekonomi lainnya yang membawa pengaruh
terhadap proses suatu perubahan selanjutnya.[7]
2.3.2
Krisis Politik
PEMILU ke 6 yang diselenggarakan pada tanggal 29 Mei
1997 memberikan kemenangan pada Golkar. Setelah pelaksanaan pemilu tersebut
perhatian politik tercurahkan pada siding Umum MPR pada bulan Maret 1998 yang
bertugas memilih Presiden dan Wakil Presiden. Dalam siding tersebut Golkar mencalonkan
kembali Soeharto sebagai nominasi tunggal untuk menduduki jabatan Presiden.
Pada penutupan siding Umum MPR menjadi suatu
kesempatan bagi sejumlah masa untuk melakukan demonstrasi. Pada tanggal 11
Maret 1998 ribuan orang yang bergabung dengan Amin Rais serta berbagai staf
akademisi dari berbagai kampus melakukan demonstrasi untuk mendukung gerakan
mahasiswa. Bahkan demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa UGM di Yogyakarta
merupakan demonstrasi terbesar yang terjadi selama beberapa decade ini. Patung
Soekarno setinggi 3 M dirusak oleh massa.
Aksi mahasiswa yang tidak mendapat tanggapan dari
pemerintah menyebabkan para mahasiswa di berbagai kota lainnya mulai mengadakan
aksi hingga ke luar kampus. Menjelang bulan April 1998, Amin Rais yang
menempatkan dirinya sebagai pemimpin informalgerakan secara terbuka menyerukan
dukungan rakyat bagi pejuang mahasiswa.[8]
2.3.3
Pergantian Kepemimpinan Nasional
Krisis yang bermula dari krisis moneter berkembang
menjadi krisis di hamper segala bidang, yang tak direspon dengan pemerintah.
Inilah yang memunculkan krisis kepercayaan dari masyarakat Indonesia.
Setabilitas politik dan keamanan pemerintahan orde baru mulai goyah, ketika
siding Umum MPR RI terselenggara dengan hasil yang sudah di duga sebelumnya,
yaitu Soeharto kembali terpilih sebagai presiden dan BJ Habibie sebagai wakil
presiden. aksi turun ke jalan oleh berbagai kelompok masyarakat, termasuk
kalangan mahasiswa dan akademis yang tidak puas terhadap kepemimpinan presiden
Soeharto mulai bermunculan. Tidak sedikit diantaranya yang mendatangi gedung
DPR RI untuk mengajukan tuntutannya, antara lain agar Soeharto melakukan
revormasi. Bentrokan antara demonstran atau pengunjuk rasa dengan para petugas
pun tidak bisa di hindari, seperti yang terjadi pada tanggal 12 Mei 1998. Pada
hari itu sejumlah mahasiswa Universitas Trisakti yang desertai beberapa
dosennya mengadakan unjuk rasa kepada DPR RI. Mereka kemudian berhadapan dengan
para petugas keamanan yang menjaga kompleks DPR RI secara ketat. Mulanya unjuk
rasa berjalan relative damai. Kekacauan justru mincul pada waktu para pengunjuk
rasa kembali ke kampusnya para petugas keamanan secara tidak terduga mengejar
para pengunjuk rasa sampai ke depan kampus Universitas Trisakti, bahkan
melakukan penembakan sehingga 6 orang mahasiswa meninggal dunia deiterjang
peluru para petugas keamanan,
Keesokan harinya, terjadi kerusuhan social dan aksi
penjarahan terhadap beberapa sentra bisnis (termasuk fasilitas bank), mal mal,
dan sentra pertokoan di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi yang
berdampak langsung pada nilai rupiah. Kenyataan seperti itu membuat perundingan
tentang penjadwalan utang utang swasta Indonesia kepada para kreditur luar
negeri menjadi lebih sulit.[9]
Sementara itu demonstrasi mahasiswa yang mendapat
dukungan masyarakat luas semakin marak para mahasiswa dari berbagai perguruan
tinggi menduduki gedung MPR dan nyaris tidak ada satupun pihak penjaga keamanan
yang mengusir mereka. Tekanan itu rupanya mulai membuahkan hasil ketika pada
tanggal 18 Mei 1998, Harmoko, Ketua MPR, secara terang terangan meminta
Soeharto untuk mengundurkan diri demi kepentingan nasional. Pada tanggal 19 Mei
1998 Soeharto bertemu dengan 9 tokoh islam terkemuka.
Dalam pertemuan itu Soeharto meminta pendapat mereka
apakah dia memang seharusnya turun dari jabatannya. Kepercayaan diri
Soehartopun akhirnya runtuh setelah dia gagal membentuk cabinet revormasi pada
tanggal 20 Mei 1998 karena 14 Menteri yang menolak untuk masuk kedalam cabinet
tersebut, termasuk Ginanjar Kartasasmita.
Pada hari yang sama, Amin Rais membatalkan rencananya
menggelar pawai jutaan massa di JKT, ketika terdapat banyak sekali pasukan
keamanan di JKT. Di Yogyakarta, diperkirakan satu juta orang mengikuti pawai di
jalana, di Semarang ribuan mahasiswa mengambil alih gedung DPRD, di Bandung
puluhan ribu massa hadir mengelilingi kantor gubernur. Demonstrasi besar
besaran juga terjadi di beberapa kota. Harmoko, selama pertemuan dengan
mahasiswa menggarisbawahi pernyataanya bahwa presiden harus mengundurkan diri
sebelum tanggal 23 Mei 1998 atau DPR akan mengambil inisiatif untuk
menyelenggarakan siding istimewa MPR dalam rangka melakukan pemecatan presiden.
menyadari keadaan tak mendukungnya, keesokan harinya, pada tanggal 21 MEI 1998,
Soeharto menyatakan mengundurkan diri sebagai presiden.[10]
DAFTAR
PUSTAKA
Praptanto Eko. 2010. Sejarah
Indonesia. Jakarta. Bina Sumber Daya Mipa.
Tim Nasional Penulisan Sejarah
Indonesia. 2010. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka
(Persero).
[2] Tim Nasional
Penulisan Sejarah Indonesia, Sejarah Nasional Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, 2010, hlm. 550.
[3] Tim Nasional Penulisan Sejarah Indonesia, Sejarah
Nasional Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2010, hlm. 567.
[7] Tim Nasional
Penulisan Sejarah Indonesia, Sejarah Nasional Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, 2010, hlm. 666.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar